Beberapa bulan yang
lalu, tepatnya di awal pertengahan tahun 2015, atasan di kantor mengatakan
kepada kami, di ruangan Kepala Tata Usaha, sambil berdiri dan bersiap untuk
duduk “Kalian tahu, rezeki yang sesungguhnya itu bukan cuman harta, tapi teman
baik”. Dengan tatapan penuh keyakinan, lalu beliau duduk. Gua hanya
manggut-manggut bak ayam kena penyakit antraks. Entahlah, beberapa bulan
berikutnya di bulan september 2015, perkataan itu benar-benar terjadi adanya.
Pada bulan Agustus
2015, adalah bulan pertama gua ikut dalam kegiatan merancang budget yang
sebelumnya gua enggak pernah ikuti secara penuh, biasanya dalam perancangan
budget tahap pertama ini peserta yang ikut banyak banget, sampai-sampai tempat
menginap yang disediakan perusahaan gua penuh, bahkan sampai enggak cukup.
Sabtu di bulan September
gua berangkat dari kota Tembilahan menuju kota Pekanbaru, dengan perasaan mau
muntah karena mabuk darat, hari ini begitu menyebalkan. Di jalan gua cuman
diem, tidur, dan dengerin musik kenceng-kenceng biar gua berasa gua naik
delman, bukan naik mobil, biar enggak muntah.
Kali ini adalah perancangan
budget tahap dua, gua juga tahu, di sinilah akan dimulai, pertempuran
sesungguhnya antara gua, data, dan kemampuan estimasi-estimasi biaya yang telah
diturunkan oleh leluhur-leluhur yang pernah ngajarin gua dulu. Dan dari
sinilah, gua akan kekurangan tidur. Dan pastinya, kekurangan tempat tidur.
Sebelum kita
melanjutkan cerita, gua akan mundur beberapa waktu sebelumnya, tanggal 5
september 2015, sabtu itu gua sedang kerja, pusing karena untuk persiapan
budget tahap dua gua harus benar-benar merancangnya agar enggak kesusahan
ketika melanjutkan pembuatan data ke Pekanbaru. Entah ada apa, mungkin suasana
laut di kepulauan Concong tempat gua ditugaskan sedang baik, Tembem, temen gua
yang sudah gua kenal sejak tahun 2011 BBM gua. Gua kaget, karena kita memang
jarang banget BBMan sejak dia sudah menikah, apalagi dia yang BBMin gua duluan.